Sunday 31 May 2009

Apakah Pernyataan Ini Aksioma?

Satu pertanyaan akan saya lontarkan kepada pembaca semuanya,”Ada berapa garis yang bisa dibuat dari 2 titik?” Maka, Anda pun akan menjawab,”Ada 1 garis yang bisa terbentuk dari 2 titik.” Sama ketika Anda mengajak siswa belajar tentang banyaknya sisi segitiga, maka Anda pun akan mengatakan,”Nak, segitiga itu sisinya ada tiga.”
Nah, kedua pernyataan tersebut nilainya benar dan bisa diterima tanpa harus dibuktikan. Inilah yang dinamakan aksioma.
Seandainya ada pernyataan seperti ini,
“Jika seseorang mendorong pintu dengan gaya 10 Newton maka pintu tersebut akan mengembalikan gaya reaksi sebesar 10 Newton juga.”
maka, aksiomakah ini?

Tuesday 5 May 2009

Kabar Matematika 1

Lama tak berjumpa. Sungguh, lama diriku tak membolak-balik buku matematika. Maka siang hari yang panas, kucoba merengkuh sebuah buku setebal 507 halaman. Tidak semua kubaca, tapi hanya 8 lembar saja. Tentang inisial huruf “A” pada ensiklopedi itu. Ada abacus, absis, dan ada akar.
Membaca tentang abacus, aku jadi ingat dengan mainan anak temanku yang masih balita. Mirip, meski tidak sama bent uk dan fungsinya. Ada tiang yang berdiri berisi biji-biji. Pada abacus, kalau untuk mengajarkan matematika biasanya banyak biji maksimal pada setiap tiang sesuai dengan bilangan basisnya. Dari kanan ke kiri, tiang-tiang abacus ini menyatakan nilai tempat dari yang paling kecil ke yang paling besar. Paling besarnya seberapa sesuai kesepakatan penggunanya.
Yang kedua tentang absis. Sebelumnya, teman-teman sudah tahu system koordinat cartesius? Dua garis lurus yang berpotongan di titik 0 ini bisa dipakai untuk menentukan letak sebuah titik. Ini kegunaan dari system koordinat cartesius. Garis yang mendatar atau biasa dinamakan sumbu X inilah yang disebut dengan absis, sedang yang garis tegak dinamakan ordinat. Misalkan sebuah titik, sebut saja H, letaknya di (4,9), maka 4 ini adalah absis dan 9 adalah ordinat. Absis selalu ditulis terlebih dahulu ketika menyatakan letak sebuah titik. Bagaimana dengan posisi Anda? Berapa pada absis berapa?
Selanjutnya, akar. Jangan dibayangkan bahwa akar dalam matematika seperti akar pada tumbuhan. Tidak, sama sekali tidak sama. Akar merupakan kebalikan dari pangkat. Jika 2 pangkat 2 sama dengan 4, maka akar pangkat 2 dari 4 adalah 2. Khusus untuk akar pangkat dua bisa dinamakan juga akar kuadrat. Terkait dengan sifat operasi akar pada bilangan, saat membaca buku ini, aku sedikit kaget. Pasalnya ada 2 sifat operasi yang sepertinya aku dulu belum pernah mempelajarinya. Atau, karena aku lupa ya?
Hasilnya, coba sendiri dong!
Akar, tak hanya masalah kebalikan dari pangkat saja. Akar senama dan akar sejenis, apa bedanya? Begini. Tak usah bingung meski sekilas mungkin nampak sama. Akar senama contohnya adalah √2 dan √5, ∛8 dan ∛27, sedangkan akar sejenis adalah? Ehm, ilustrasinya sebagai berikut. Agar bisa dijumlah dan dikurangkan, syarat akar yang harus dioperasikan adalah akar yang sejenis. Misalnya, 2√3+3√3=5√3 atau 7√10-2√10. Nah, paham bukan beda keduanya.
Moga bermanfaat dan kita jumpa lagi di kesempatan yang akan datang di Kabar Matematika.

Wednesday 29 April 2009

Agar Guru Baru Benar-benar Baru

Apakah Anda guru baru? Yup, biasanya ada sebuah ketakutan ketika seorang guru baru memasuki hari karena itu adalah sebuah kelaziman. Namanya juga pengalaman pertama. Kikuk, tangan bergetar, berdiri di satu titik, dijahilin siswa, dsb sering mewarnai perjalanan guru baru mengawali aktivitas mengajarnya. Ya, ada juga yang sebaliknya.
Nah, terus bagaimana? Ada 8 kiat yang ingin saya bagi terkait hal ini. Agar guru baru benar-benar baru. Maksudnya, baru penampilannya. Berbeda dengan yang ada pada umumnya (seperti yang telah disebutkan di atas). Kiat-kiat itu antara lain:
1. Guru adalah profesi terbaik di muka bumi
Yakin. Itu kata kuncinya. Guru adalah pekerjaan mulia. Bahkan Rasulullah pernah bersabda bahwa profesi gurulah yang nantinya akan bisa masuk pintu surga pertama kalinya. Bangga dong! Ya haruslah! Maka, mulai sekarang, bagi Anda utamanya guru-guru baru, berdirilah, angkat kepalamu, dan katakan,”Aku adalah seorang guru!” Ingat, Anda adalah apa yang Anda pikirkan tentang diri Anda.
2. Kesalahan itu pasti ada
Tak perlu takut dengan kesalahan yang mungkin telah Anda lakukan sebagai guru baru. “Manusia memang tempatnya salah dan dosa,”kira-kira begitu Rasul kita mengajarkan. Namun, meski Anda tidak bisa mengembalikan kesalahan, ada hal yang lebih penting yang harus Anda lakukan. Anda harus berjuang untuk mengalahkan kesalahan itu selanjutnya. Asah otak, asah kemampuan, dan teruslah menjadi pribadi guru yang produktif.
3. Awalnya menangis, selanjutnya akan tertawa
Situasi kelas pada awal Anda mengajar mungkin akan membuat diri mengeluh dan menumpahkan air mata. Penjajakan pertama biasanya itu terjadi. It’s no problem. Ayunkan kaki terus menjajaki, maka Anda akan mendapati bibir Anda mengulum tanda senang hati. Kenali siswa-siswa Anda, dan yang tak boleh terlupakan kenali diri Anda. Lalu cari titik temunya. Maka tangis lama-lama berubah jadi tawa. Perlu direnungkan, demikianlah surga juga bisa diraih nantinya. Dibungkus dengan amal yang susah payah untuk bisa istiqomah.
4. Tidak ada orang yang bisa menyelesaikan semua pekerjaan dalam 1 waktu
Bertahap dan konsistenlah! Manusia bukan Allah, maka bersikaplah lapang dan sabar terhadap tuntutan pekerjaan yang kadang seabreg dari pihak sekolah. Tidak bisa ditinggalkan semuanya memang, tapi sekali lagi, atur prioritas.
5. Tidak dapat kreatif di setiap pelajaran
Dalam profesi ini, Anda memang harus kreatif. Tapi, jika suatu saat menghadapai pembelajaran yang kurang bisa membuat Anda terinspirasi, maka saat inilah Anda membutuhkan sumber-sumber yang lain. Membaca buku, sharing dengan teman sejawat, dsb.
6. Mengajar akan lebih mudah
Ini juga hikmah dari sebuah keyakinan. Pengalaman tidak mengenakkan saat pertama kali mengajar sesekali jangan dibuang dalam ingatan. Hal ini bisa menjadi pendorong diri (tentu saja dengan dilengkapi poin 1) untuk tidak mengulanginya lagi, berusaha sekuat tenaga mengajar lebih baik dan lebih baik lagi. Hingga akhirnya Anda berkata,”Mengajar itu mudah!”
7. Jika pembelajaran berlangsung tidak oke, berhentilah!
Perencanaan adalah ujung tombak berhasilnya suatu pembelajaran. Tapi, ada kalanya tiba-tiba pembelajaran berjalan di luar rencana. Maka, jangan sekali-kali dilanjutkan! Berhenti, dan buatlah alternatif pendekatan.
8. Tidak semua siswa tertarik pembelajaran setiap menitnya
Sehebat apapun Anda, Anda suatu waktu dalam pembelajaran pasti akan menjumpai saat siswa terlihat tak tertarik lagi dengan pelajaran Anda. Maka gunakan nada suara Anda, tinggi dan rendahnya. Eits ada lagi. Berkelilinglah ke semua sudut kelas dengan bahasa tubuh yang menyita perhatian siswa Anda.

Agar Jahil Tak Jadi Kebiasaan

Situasi 1
“Lho, mana remote TV nya? Tadi perasaan da di sofa, kok sekarang raib.”
“Hik, hik, hik!”suara nyengir dari balik pintu kamar. Seorang anak usia 6 tahunan.
“Pasti kamu nih Dik yang nyembunyiin remote-nya? Ayo ngaku! Kalau tidak Mbak laporin Mama lho!”
“Emak enak gak ada remote-nya?”anak itu menggoda sambil mencibirkan bibirnya.

Situasi 2
“Ihhhh, tangannya jangan usil dong! Gimana ayah mau ngetik kalau jari-jarinya Adik mainin keyboard gini!”
“Yah, Yah, itu lho anak tetangga sebelah dibeliin mainan mobil-mobilan baru. Beliin dong Yah.”
“Iya, tapi ayah harus ngetik laporan dulu, beliinnya ntar ya.”
Jari-jari tangan Si anak terus saja menjarahi tombol-tombol yang ada pada keyboard.

Ehm, pernah menjumpai situasi seperti itu? Bahkan mengalaminya? Anak yang jahil terkadang memang menjadi biang masalah. Kegaduhan dan kesewrawutan terkadang berawal dari kejahilan anak-anak kita. Lantas, salahkah mereka? Mari kita tilik kembali.
Jahil merupakan perbuatan yang memang membuat orang di sekitar pelakunya merasa gregetan. Ingin berkata kasar, ingin meng”eh” saking gemesnya, bahkan seakan-akan ingin melenyapkan sang pelaku. Pelaku sengaja berbuat jahil karena dia ingin diperhatikan. Sikap acuh tak acuh dari orang sekitarnya bisa menjadi penyebab salah satunya. Menolak keinginannya untuk bermain, melarangnya untuk ikut nimbrung nonton televisi, dsb. Ketika menjadi salah satu bagian dari sebuah komunitas tidak berhasil didapatkannya, maka anak ada kecenderungan untuk berbuat jahil setelahnya. Pelampiasan, seolah-olah dia ingin membuktikan bahwa dirinya tidak kalah dan terasingkan.
Wajar memang, karena lingkungan mengajarkannya demikian. Secara tak sadar banyak juga orang tua yang mendiskriminasikan anak-anaknya yang ujung-ujungnya juga bisa menjadi pisau yang mengasah perbuatan jahil anaknya. Kedekatan orang tua pada seorang anaknya yang paling pintar atau yang lainnya bisa-bisa juga menimbulkan iri anak yang lain sehingga jahil pun tidak bisa dihindarkan.
Bentuknya macam-macam. Dari melakukan ancaman, ucapan yang menyakitkan, sampai menjadikan orang yang akan dijahili merasa kalah, bahkan kehilangan sesuatu.
Lalu, apa solusi untuk mengatasi anak yang suka jahil?
1. Buat anak merasa menjadi bagian dari sesuatu kegiatan/komunitas
Ketika satu keluarga sedang rekreasi misalnya. Sebisa mungkin libatkan anak untuk ikut serta. Jangan dibiarkan 1 atau 2 anak diajak, sedangkan ada anak yang lain diminta untuk merenung sendiri di rumah. Menjadi satpam untuk beberapa jam. Ini memang sulit bagi yang keluarga besar sedang fasilitas tidak mendukung untuk mengajak semuanya. Yah paling tidak, ajak dia bicara bagaimana sebuah masalah sederhana bisa diselesaikan. Berkomunikasi dengan hati. Dengan melibatkan anak dalam setiap kegiatan bersama akan menimbulkan perasaan bahwa keberadaan anak diakui. Dan itu yang anak cari.
2. Ajak anak untuk merefleksi bahwa perbuatan jahil yang dilakukannya adalah salah
Tentu saja ini dilakukan ketika anak dalam keadaan tenang. Anak diajak berpikir untuk merasakan sebagai orang yang dijahili. Bisa dengan cerita kehidupan, bisa dengan contoh langsung yang pernah terjadi di kehidupan (misalkan dari fakta di koran atau di televisi).
3. Buat sebuah forum kebersamaan dalam keluarga yang mampu mengakomodir setiap keinginan anak untuk disampaikan
Terkadang anak yang pendiam malu untuk mengungkapkan keinginannya. Bahasa tubuh yang ditunjukkan belum tentu memberikan sinyal yang bisa dipahami orang tua atau anggota keluarga yang lain. Maka, forum kebersamaan perlu dibangun. Entah saat makan malam, selesai olahraga bersama, atau yang lainnya. Orang tua secara bergilir menanyakan keinginan masing-masing anak untuk bisa diomongkan sama-sama.
Nah, yang terpenting dari semuanya adalah jika anak sudah berbuat jahil, maka orang tuanya hendaknya tidak cepat menanggapinya dengan nada yang tinggi. Hadapi dengan kasih sayang, niscaya segalanya akan lebih terang.

Tuesday 21 April 2009

Senandung Selasa Malam

Bu Sih, Bu Patri
Berkerut tak membuatnya takut
Bu Sujiati, Bu Bari
Bermimpi manjadi qari’
Bu Paini, Bu Yunita
Kesungguhan terpancar di matanya
Selasa malam
Senandung itu senantiasa berdendang
Lantunkan tenaga
Melawan rona-rona wajah yang menua
Namun,
Pada penguasa rindunya membahana
Mengejar, bagai roda di aspal surga
Bu,
Setitik bahagia mendesir, aku rasa
Bu,
Kurindu malamnya Selasa

Thursday 2 April 2009

Hijau, Kunig, dan Hijau

Subuh menabuh, teriring cinta yang menghijau
Kecupan, bagai daun bergerak membelai
Subuhku tumbuh, sekerat kalbu terus ingin merindu
Hijau, bukan sekedar kuning dan biru
Hijau, kasih yang tak semu

Tapi, kecupan itu tiba-tiba menguning
Terpoles kuas sampai mengering
Hambar, selepas pecahan kata

Tak perlu lama
Meski bukan sebuah kecupan
Aku merasakan getarannya
Mendekat, menyemai hingga akhirnya menghijau
Hijau tak sekedar kuning dan biru
Tapi hijau yang selalu untukmu
Juga untukku

Monday 16 March 2009

Aku dalam Manusia

Tergantung, dan nasibku menggantung
Sekilas dipandang, selanjutnya dibuang
Jajaran angka dan bilangan
Kadang diingat, kadang dilupakan

Aku dalam manusia
Entah digenggam atau dilepaskannya
Aku tetap jajaran angka
Aku tetap jajaran bilangan yang tak mampu berbicara
Satu, dua, tiga puluh satu juga ada

Meski aku dalam manusia
Tapi aku adalah senjata
Menghunus yang membius
Membunuh yang membuangku jauh